Minggu, 23 November 2008

majalah daya ingat

Daya ingat

Diantara orang-orang paling mengherankan yang pernah hidup terdapat seorang wartawan surat kabar Rusia yang dalam laporan tahunan psikologi klinis dikenal dengan nama singkatan S. orang itu dihinggapi oleh suatu keanehan langka – atau barangkali lebih tepat dianugerahi suatu bakat langka – ia jarang melupakan apa saja yang dilihat ataupun didengarnya, bahkan yang remeh-remeh sekalipun. Kebanyakan orang memiliki ingatan yang memilih-milih; mereka mengingat beberapa hal, tetapi melupakan lebih banyak hal yang telah mereka jumpai. S. tidaklah demikian. Pikirannya seperti ensiklopedi: menurut ahli psikologi Soviet A.R Luria, bila sebuah daftar berisi 70 macam barang yang tidak saling berhubungan dihadapkan kepada S., ia dapat menyebutkan kembali semua dengan lengkap dari depan atau dari belakang, dan tidak hanya segera sesudah daftar itu diperlihatkan, melainkan beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun kemudian.

S. memang begitu luar biasa sehingga ia segera meninggalkan pekerjaannya sebagai wartawan surat kabar dan menjadi mnemonis, ahli menghafal yang memamerkan kebolehannya di pentas. Pada salah satu adegan, ia mendengarkan seseorang mengucapkan sederetan suku kata kosong – kelompok huruf tanpa arti – dan kemudian menuliskan seluruh deretan itu di papan tulis atas dasar ingatannya saja. Ia tampil tiga kali tiap malam. Ingatannya sangat lekat, sehingga ia tidak hanya mengingat daftar yang dibacakan kepadanya dalam setiap pementasan, tetapi juga daftar yang diberikan kepadanya pada pementasan sebelumnya.

Ingatan S. tidak hanya terbatas pada penyimpanan suku kata yang berarti atau ucapan lisan lainnya, tetapi meluas sampai penglihatan dan bunyi. Memang, ingatan S. itu diperkuat oleh suatu gejala yang disebut sinestesia, atau penyilangan pancaindera. Kata-kata tertentu menghasilkan sensasi warna dan sentuhan setiap kali ia mendengarnya. Demikian juga nada-nada music. Suatu nada setinggi 50 siklus dengan kenyaringan 100 desibel menyebabkan ia dalam kegelapan melihat garis cokelat dengan “pinggiran merah seperti lidah.” Sementara itu, timbul rasa manis bercampur asam pada seluruh lidahnya. Bila nada dinaikkan, gambaran tadi akan berubah menjadi “tali halus dengan bulu-bulu pada sisi-sisinya” dan kalau nadanya dinaikkan lagi dengan suara yang lebih nyaring pula, dalam pikirannya muncul seberkas warna kemerahan yang mengeluarkan bunga api. Bila bertemu dengan seseorang, tokoh bahan penelitian Profesor Luria ini kerap kali begitu memperhatikan warna suara orang itu – mungkin kuning, merah atau ungu – sehingga ia tidak mengikuti arti apa yang dikatakan. S. menyatakan bahwa kekuatan ingatannya yang luar biasa itu sebagian besar berkat sinestesia. Ia menerangkan bahwa pikirannya dengan sendirinya mengubah sederetan kata sederhana yang tidak berhubungan satu sama lain menjadi gambaran yang saling berhubungan sehingga bagi dia mudah mengingatnya.

Kisah S., orang yang tidak melupakan apa saja, menggarisbawahi besarnya kemampuan ingatan manusia. Kebanyakan orang tidak mempunyai daya ingatan sebesar bahkan mendekati saja tidak. Bagaimanapun juga, ingatan yang biasa pun tetap melupakan salah satu aspek pikiran manusia yang paling menonjol. Sepanjang masa manusia, ingatannya rata-rata mampu menyimpan milyaran hal, termasuk lebih 50.000 kata dan lebih banyak lagi gambar – wajah , pemandangan, serta barang. Meskipun hanya beberapa saja di antara simpanan itu yang secara sadar dalam pikiran pada saat tertentu, banyaklah fakta, gambaran , konsep serta ungkapan yang dapat dimunculkan kembali dari gudang penyimpanan yang luas dalam ingatan. Pemunculan ingatan dapat dihasilkan dengan usaha keras, tetapi juga dapat dengan cara mudah, tidak terduga. Ingatan dapat juga muncul akibat pertemuan konsep yang memunculkan informasi dari timbunan terdalam ke ambang kesadaran yang mana segumpal benda lunak berlekuk-lekuk seberat 1,5 kilogram ini dapat menyimpan dan menggunakan tumpukan informasi beserta jutaan hubungan hasil penginderaan itu tetap merupakan salah satu keajaiban dan rahasia hidup manusia.

Unsur yang penting pada ingatan manusia adalah peranannya dalam belajar sesungguhnya, ingatan dan belajar tidak dapat dipisahkan. Belajar tidaklah mungkin terlaksana tanpa penyimpanan dan pemunculan kembali pengalaman masa lalu ingatan dalam belajar telah dipaparkan dengan jelas oleh penulis Will Bradbury dalam satu artikel majalah LIFE mengenai otak. Andaikata manusia tidak mempunyai ingatan, kata Bradbury, ia “tidak dapat berbuat apa-apa selain kutak-katik atas dasar masukan indera sesaat. Tanpa ingatan, tidak aka nada belajar biasa untuk menggolong-golongkan berbagai benda, untuk menghubungkan benda yang serupa dan yang berbeda, untuk menghasilkan pilihan dan hipotesis, untuk ciptakan bahan-bahan rumit yang penting bagi hidupnya.”

Karena menyadari pentingnya ingatan bagi belajar, dan dengan demikian juga seluruh kehidupan manusia, tidaklah mengherankan bahwa ahli psikologi mengabdikan banyak waktu dan tenaga untuk menelaahnya. Mereka telah menyelidiki bagaimana ingatan memperoleh bahan, dan apa sebabnya beberapa hal ingat sedangkan lainnya dilupakan. Mereka juga mempelajari cara memunculkan fakta atau kesan yang telah lama tersimpan ke permukaan kesadaran. Sehubungan dengan penyelidikan itu orang berusaha menjawab pertanyaan mengapa hal-hal tertentu tidak mudah diingat kembali dan kekuatan apakah yang mengganggu bekerjanya ingatan. Meskipun mungkin para ahli psikologi selamanya tidak akan memahami seluruh aspek ingatan yang sangat rumit, mereka telah mencapai kemajuan yang mengesankan dalam menjawab pertanyaan bagaimana manusia mengingat sesuatu, dan mengapa mereka melupakan sesuatu tetapi mengingat hal lain.

Psikologi modern membagi ingatan menjadi tiga system, masing-masing dengan kekuatan dan ciri khasnya sendiri. System pertama adalah ingatan indera – bau parfum, sentuhan kain, gambaran wajah atau pemandangan alam. System kedua adalah ketrampilan gerak – rasa akibat suatu tindakan fisik, misalnya mengendarai sepeda. System ketiga, yang oleh para ahli psikologi disebut ingatan verbal, mencakup apa saja yang didengar, dibaca atau dipikirkan: kata, gagasan, konsep.

System pertama maupun kedua – untuk kesan-kesan indera dan keterampilan – berdaya awet. Ingatan indera luar biasa kuatnya. Kata ahli psikologi, kebanyakan orang dapat menyimpan gambaran hampir apa saja yang pernah menarik perhatiannya. Ungkapan maaf kuno “Saya ingat benar wajahmu, tetapi namamu saya lupa,” memang mengungkapkan kenyataan; kebanyakan orang boleh dikatakan tidak pernah melupakan wajah orang yang pernah dijumpainya, meskipun mereka itu hanya berjumpa sekali saja berpuluh-puluh tahun yang lalu. Kekuatan ingatan penglihatan diperagakan dalam laboratorium oleh Ralph haber dari departemen psikologi universitas Rochester. Ia memancarkan ribuan foto slaid masing-masing selama 10 detik di depan sekelompok sukarelawan. Sesudah itu ia menunjukkan beberapa ratus pasang foto, yang masing-masing terdiri atas satu foto dari dalam slaid dan satu foto orang lain. Para sukarelawan harus menunjukkan foto manakah yang sudah mereka lihat pada slaid tadi. Ternyata lebih dari 85 persen pilihan mereka tepat.

Ingatan orang akan pemandangan alam kadang kala begitu hidup sehingga mendekati halusinasi. Hampir setiap orang pernah melewati suatu tikungan jalan dan melihat di depannya suatu pemandangan yang menurut keyakinannya pernah dia lihat – meskipun ada pula keyakinan bahwa ia belum pernah lewat ditempat itu. Rupanya pemandangan ini mengandung ciri-ciri yang mengingatkan pemandangan yang pernah dilihat orang itu sebelumnya. Ingatan penglihatan akan pemandangan seperti itu dapat begitu kuat sehingga kemiripannya menyebabkan, katakanlah, suatu lelatu menyala di dalam otak dan menghubungkan pemandangan lama dengan yang baru, lalu timbullah bayangan rasa kenal dan teringat. Ada istilah yang cocok sekali untuk kesan ini, déjà vu, kata perancis yang berarti “pernah dilihat”. Contoh-contoh tertulis mengenai kesan semacam itu sudah ada sejak lama. Dua ribu lima ratus tahun yang lalu Plato, yang menyadari bahwa kebanyakan manusia mengalami saat-saat déjà vu, menyatakan bahwa pengalaman semacam itu adalah kenangan nyata akan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sebelumnya dan membuktikan bahwa manusia pernah mengalami hidup sebelum kehidupannya sekarang.

Suatu bentuk lain ingatan penglihatan yang penuh gambaran adalah yang oleh para ahli psikologi disebut bayangan eidetic dan oleh orang biasa disebut ingatan fotografik. Ada orang yang mampu benar-benar memotret di dalam pikirannya sebuah gambar atau satu halaman buku dan mengingat setiap ditil. Bila seorang biasa memandang sebuah lukisan dan kemudian mengalihkan pandangannya ke diding polos, ia akan dapat menggambarkan lukisan itu dalam garis besarnya. Tetapi, seseorang yang mempunyai ingatan eidetic dapat benar-benar memproyeksikan seluruh lukisan pada dinding serta menggambarkan setiap ditil yang ada dalam lukisan itu secara sempurna. Dalam sejarah banyaklah contoh orang yang mempunyai ingatan fotografik luar biasa. Sebagai contoh, Leonardo da Vinci dapat melukis gambar seseorang secara mendetail, sesudah melihat orang itu sekali saja; Napoleon dapat melihat sekilas sebuah peta militer dan sesudah itu hafal setiap sungai, kota dan bukit di peta tadi.

Ingatan penglihatan yang sangat tajam itu mempunyai tandingannya pada bidang pendengaran, lebih-lebih di antara para ahli music. Beethoven, Mozart dan Wagner mampu menciptakan kembali di dalam pikiran mereka naskah dan bunyi orkes lengkap yang memainkan sebuah simfoni. Pada zaman sekarang dirigen orkes besar Arturo Toscanini dapat mengingat sebuah lagu setelah sekali atau dua kali mendengarnya serta melukiskannya atas dasar ingatan 40 tahun kemudian. Pemain piano Walter Gieseking, yang tidak suka berlatih, terkenal karena ingatannya yang luar biasa. Pada suatu ketika ia berjanji kepada seorang komponis untuk memainkan salah sebuah lagu karangannya sebagai pertunjukan tambahan. Gieseking baru ingat akan janjinya pada hari yang dijanjikan. Dikamar riasnya pada saat istirahat ia membuka-buka sebentar tujuh atau delapan halaman lagunya. Lalu, ia pun naik panggung dan memainkan bagian kedua permainan solonya dan menutup pementasan itu dengan memainkan lagu berdasarkan ingatan.

Hanya sedikit saja orang yang daya ingatnya sehebat itu tetapi setipa orang bias mengingat jutaan hasil pengalaman indera. Kesan-kesan yang tersimpan ini penting sekali untuk belajar – sekurang-kurangnya kesan-kesan tersebut merupakan bagian bahan yang diperlukan untuk membentuk konsep sehingga orang dapat berpikir bahan mentah dari dunia disekitarnya dikumpulkan oleh indera dan dari bahan mentah yang terkumpul inilah pikiran membentuk generalisasi dan aturan sementara mengatur pengalaman yang membanjir masuk.

Bentuk ingatan kedua yang ditangkap oleh para ahli psikologi ialah menyiapkan serta mengingat keterampilan gerak secara seolah-olah automatis sedangkan ketrampilan itu dipelajari bertahun-tahun sebelumnya pada masa kanak-kanak. Sementara manusia tumbuh dari seorang bayi ia harus belajar dan mengingat banyak sekali, tangan, otot dan syaraf – cara berjalan, cara memegang, cara mengatur dan menata kembali otot-otot mulut dan tenggorokan untuk berbicara. Ingatan ketrampilan gerak sangat lekat sekali dipelajari, ketrampilan semacam itu boleh dikatakan tak akan dilupakan lagi. Seseorang yang pada masa kanak-kanak belajar naik sepeda akan tetap mampu mengendarai sepeda secara seimbang sampai usia lanjut. Demikian juga dalam ketrampilan bersepatu roda atau berenang. Beberapa ketrampilan gerak dapat agak terlupakan – seorang penerbang yang sudah 10 tahun lamanya tidak terbang akan memerlukan penyegaran kembali. Tetapi segera ia mahir lagi. Tanggapan geraknya masih ada, dan beberapa latihan akan menghidupkannya kembali.

Kategori utama ketiga, yang oleh para ahli psikologi disebut ingatan semantic atau ingatan verbal, memungkinkan orang merangkum bidang-bidang pengetahuan yang telah tertata. Beberapa orang memiliki kemampuan ajaib untuk mengingat hal-hal semacam itu. Irwan Edman, yang lama mengajar filsafat di universitas Columbia, dapat mengutip puluhan baris syair yang dibacanya sekali saja dan mengingat isi hamper tiap buku yang dibacanya. Edman secara berkelakar memberikan alasannya: penglihatannya lemah, kasihan matanya kalau ia harus membaca sesuatu dua kali.

Kebanyakan ilmuwan kini sepakat untuk membagi ingatan verbal menjadi dua system. System pertama disebut ingatan aktif dan terdiri atas aneka macam dorongan yang memenuhi pikiran dalam perjumpaan sehari-hari dengan lingkungannya. Ingatan aktif ini berguna tetapi lekas hilang. Misalnya, bila orang biasa melihat buku telepon untuk mencari nomor, ia akan ingat nomor itu selama beberapa detik sampai ia selesai memutar telepon; sesudah itu, pikiran tidak “menguasainya” lagi dan hilanglah nomor itu. Ingatan aktif seperti ini kerap kali disebut ingatan jangka pendek.

System kedua ingatan verbal tentunya disebut ingatan jangka panjang. Ingatan ini menampung bahan selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Ingatan semacam inilah yang memungkinkan orang belajar. Kalau seorang siswa tak dapat mengingat bahwa dua tambah dua adalah empat, bahwa Shakespeare menulis sandiwara, atau bahwa Napoleon adalah kaisar Perancis atas pengangkatannya sendiri, jelaslah bahwa ia tidak akan sangat maju dalam pelajaran matematika, kesusastraan Inggris atau sejara Eropa.

Kunci untuk mengingat hal-hal yang harus disimpan lama ialah kemampuan untuk menyisihkan hal-hal itu dari hiruk-pikuk ingatan jangka pendek dan memasukkannya ke relung ingtan jangka panjang. Siswa, yang perlu mengingat apa yang dibaca atau didengarnya di sekolah, dan pengusaha yang harus mengingat hal-hal penting dalam suatu pembicaraan usaha keduanya sama-sama menghadapi masalah pengubahan kesan-kesan sekilas menjadi masukan tetap yang berjangka panjang.

Tidaklah mengherankan kalau tempat vital mekanisme ingatan ini telah menarik perhatian banyak ahli psikologi. Mereka telah mempelajari faktor-faktor yang dapat menggagalkan pengubahan ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang dan suasana atau teknik yang dapat mempermudah proses itu.

Salah satu penghambat pengingatan yang baik adalah suatu jenis gangguan atau kemandekan pikiran. Pengusaha yang sedang mempersiapkan pertemuan penting mencoba mengingat fakta serta angka-angka sehubungan dengan suatu tawar-menawar yang rumit. Setelah si pengusaha menguasai ditil-ditil ini, ia beralih ke fakta yang berhubungan dengan transaksi kedua. Kalau ia tidak mempunyai ingatan yang cukup kuat, akan ternyatalah bahwa usaha mengingat fakta-fakta untuk menyelesaikan urusan No. 2 menyebabkan ia melupakan beberapa unsure No.1. oleh karena itu ia akan terpaksa kembali ke berkas-berkas urusan No. 1 dan mempelajarinya sekali lagi.

Para ahli psikologi menyebut gangguan serupa ini “hambatan pembalikan” dan seperti terbukti dalam laboratorium, hambatan semacam itu dapat terjadi pada setiap orang. Dalam suatu percobaan yang diulang-ulang, sekelompok sukarelawan diminta menghafal daftar A, sederetan kata atau suku kata tanpa arti. Separuh dari kelompok itu kemudian diminta menghafal daftar B, sementara yang lain beristirahat. Beberapa waktu kemudian seluruh kelompok diminta menuliskan isi daftar A. selalu orang-orang yang telah beristirahat dapat mengingat daftar A jauh lebih lengkap daripada orang-orang yang masih harus menghafal daftar B. tugas menghafal yang kedua telah mengganggu tugas pertama. Hasilnya sama saja ketika tugas orang-orang itu dibalik. Bila separuh kelompok harus menghafal daftar B, maka orang-orang yang beristirahat saja, tanpa menghafal daftar A, dapat mengingat daftar B lebih tepat. Jadi, tugas belajar yang lalu dapat juga mengganggu tugas belajar yang baru.

Percobaan-percobaan ini menunjukkan bahwa tugas-tugas menghafal yang bertumpuk tidak akan berhasil karena bahannya akan bertabrakan dan menjadi onggokan campur aduk. Sesungguhnya, percobaan serupa itu telah menujukkan jalan menuju cara menghafal yang lebih baik. Waktu ialah faktor kunci. Para ahli psikologi yang melakukan percobaan dengan daftar A dan daftar B tersebut menemukan bahwa hasil yang dicapai akan lebih baik bila para sukarelawan diberi tenggang waktu antara kedua proses belajar. Hasil percobaan itu jelas: orang yang bertugas menghafal memerlukan waktu untuk mengistirahatkan pikirannya setelah mengerjakan tugas No.1, sebelum mengerjakan tugas No.2. dengan demikian, pikiran akan sempat mengendapkan bahan yang dihafalnya sehingga sekurang-kurangnya sebagian telah dipindahkan dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.

Kemanjuran cara ini didukung oleh suatu percobaan dengan lipas. Beberapa ekor lipas diletakkan di atas nampan yang sebagian dialiri listrik; dengan kejutan listrik serangga itu dibiasakan untuk menghindari salah satu sudut nampan. Selanjutnya sebagian lipas diletakkan di tempat yang gelap dan lembab, yang rupanya merupakan surga bagi lipas. Di situ lipas-lipas itu menjadi seperti pingsan. Sementara itu, lipas-lipas lainnya ditaruh di tempat panas yang banyak sinarnya dan menjadi sangat aktif. Beberapa waktu kemudian semua lipas dikembalikan dalam nampan semula. Kelompok yang tidak banyak bergerak tadi tetap teringat untuk menghindari sudut yang beraliran listrik. Tetapi kelompok yang sangat aktif telah melupakan apa yang dipelajari sebelumnya dan berlari-lari tanpa tujuan sehingga berkali-kali terkena kejutan listrik. Selain memperlihatkan kekayaan rekacipta para ahli psikologi dalam mengadakan percobaan, perilaku lipas tersebut memperkuat pendapat bahwa istirahat sesudah tugas belajar dapat meningkatkan daya simpan ingatan.

Kalau istirahat memang meningkatkan daya simpan ingatan, lalu apa pengaruh tidur? Menurut beberapa ahli psikologi, daya simpan ingatan manusia itu lebih besar bila sesudah belajar orang lalu tidur, siang ataupun malam, daripada bila ia langsung melakukan kesibukan sehari-hari. Mimpi juga dapat membantu. Menurut teori ahli psikologi, mimpi merupakan suatu mekanisme pikiran untuk menyaring kesan-kesan pada hari sebelumnya. Mimpi itu mungkin menampilkan hal-hal remeh yang tak berarti dalam bentuk gambaran kacau sehingga tersingkirkan, dan dengan demikian membantu ingatan untuk menyerap pengetahuan yang berguna saja. Tetapi sampai sekarang masih sangat sedikit yang dapat dipastikan mengenai hubungan antara ingatan dan mimpi, sehingga teori di atas tetap merupakan pertanyaan yang belum selesai.

Telaah lain tentang mekanisme yang digunakan oleh pikiran untuk menyaring, menyimpan informasi telah menunjukkan bahwa makin besar kemiripan antara tugas belajar, makin besarlah gangguannya terhadap ingatan. Bila daftar A dan daftar B it sangat mirip, bagi orang-orang dalam percobaan itu sulitlah mengingat secara tepat. Seseorang yang mengikuti kursus dua bahasa, Perancis dan Latin jangan hendaknya menghafal daftar kata kerja Perancis lalu langsung meloncat menghafal kata-kata benda Latin. Kedua daftar ini akan saling menghambat hanya pola belajar diubah – mengerjakan tugas belajar bahasa Perancis selama mungkin, lalu, sesudah istirahat selama beberapa menit, beralih ke sejarah atau matematika sebelum menghadapi tugas belajar bahasa Latin.

Pengujian ingatan seperti ini juga memberikan bukti bahwa bahan yang barusan dipelajari lebih cepat serta diingat dengan lebih tepat. Orang yang harus membaca kata-kata yang berarti ternyata lebih berhasil daripada orang yang diberi daftar tanpa arti; hasilnya akan lebih baik lagi kalau yang dihafalkan adalah kalimat-kalimat yang runtut menurut tata bahasa. Ini kedengarannya wajar sekali. Tetapi kesemua itu mempunyai implikasi penting untuk menghafal dan mengajar. Guru akan berhasil menyruh anak-anak menghafal apabila ia memberikan semacam kalimat sehingga anak-anak dapat mengingatnya dengan mengaitkan fakta pada kerangka. Seorang guru yang mengajarkan sejarah Eropa Abad ke-19, misalnya, tentu akan berhasil bila ia mengharuskan murid-murid menghafal deretan peristiwa, “pertanyaan Waterloo dan Muktamar Wina tahun 1815; revolusi tahun 1830 dan tahun 1848”. Usahanya itu tentulah lebih berhasil seandainya ia menuntun bahwa nama-nama dan tahun-tahun itu mempunyai kaitan, dengan menjelaskan peritiswa ketika Napoleon pada tahun 1815 kalah di Waterloo, banyak diplomat bertemu di Wina untuk mengembalikan ketertiban Eropa setelah perang Napoleon yang bertahun-tahun. Lalu, ia pun dapat menambahkan bahwa Muktamar Wina, yang bertujuan menghentikan perubahan sosial akibat perang. Pendekatan semacam ini memberikan kaitan berarti yang oleh para ahli psikologi disebut konteks, dan mempunyai nilai Pedagogis yang besar.

Seorang yang ingin belajar sendiri dapat menerapkan teknik semacam itu teknik ini secara sederhana disebut belajar prinsip. Seorang penyelidik psikologi menggambarkan metode ini sebagai belajar dengan sekedar “menemukan pola logis bahan yang akan kita simpan dalam ingatan”. Selanjutnya, begitu katanya, beberapa nomor pengenal – nomor KTP, nomor pokok pegawai dan semacam itu – “tentu dihafal karena nomor itu tidak mempunyai arti tersendiri; tetapi pada kebanyakan bahan yang pantas kita ingat, ada saja pola yang dapat ditemukan. Cara mengingat suatu sandiwara atau novel adalah memusatkan perhatian pada jalan ceritanya memasukkan ditil-ditilnya ke dalam kerangka ini… hampir selalu mudah mengingat suatu prinsip daripada menghafal ditil; dan biasanya kita dapat menghafal ditil-ditil dengan bertolak dari prinsip yang menyatukan ditil-ditil itu.”

Teknik penting terakhir yang dianjurkan para ahli psikologi untuk memindahkan informasi – bahkan hafalan – dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang adalah pengulangan dan peninjauan kembali secara berkala. Penggulangan hanya berarti menguji diri sementara orang terus melangkah ke bahan lain yang harus dipelajari, atau segera setelah selesai membaca bahan itu.

Tidak ada komentar: